Senin, 23 November 2009

Perkembangan Arsitektur (Rumah Gadang)

Rumah Gadang adalah sebutan untuk rumah adat Minangkabau. Rumah ini memiliki keunikan bentuk arsitektur yaitu dengan atap yang menyerupai tanduk kerbau dibuat dari bahan ijuk. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan yang disebut Rangkiang. Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi.
Pada masing-masing sayap kanan dan kiri Rumah Gadang, terdapat ruang anjuang (anjung) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat. Rumah Gadang dinamakan pula sebagai “Rumah Ba anjuang”.

Anjuangan pada keselarasan Bodi-Chaniago , tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan untuk golongan kesalarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua keselarasan (Lareh) – asal kelahiran suku- suku di Minangkabau. Pada keselarasan Koto Piliang, prinsip pemerintahan yang hirarkies menggunakan anjuang yang memakai tongkat penyangga, sedangkan keselarasan Bodi Caniago, anjuangan seolah-olah mengapung di udara.

1. Arsitektur :

Bentuk dasarnya, rumah gadang itu persegi empat yang tidak simetris yang mengembang ke atas. Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan rumah Iandai seperti badan kapal. Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapesium terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian tengah, secara estetika merupakan komposisi yang dinamis. Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segi tiga yang juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka.


Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis. Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin. Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.


2. Ragam Rumah Gadang :

Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk, ukuran, serta gaya kelarasan dan gaya luhak. Menurut bentuknya, ia lazim pula disebut rumah adat, rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah lanjarnya. Lanjar ialah ruas dari depan ke belakang. Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Lazimnya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.

Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran Koto Piliang disebut sitinjau lauik. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah barpanggung). Sedangkan rumah dan aliran Bodi Caniago lazimnya disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dan aliran Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto.

Rumah kaum yang tidak termasuk aliran keduanya, seperti yang tertera dalam kisah Tambo bahwa ada kaum yang tidak di bawah pimpinan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sabatang, yakni daRI aliran Datuk Nan Sakelap Dunia di wilayah Lima Kaum, memakai hukumnya sendiri.

jika menurut gaya luhak, tiap luhak mempunyai gaya dengan namanya yang tersendiri. Rumah gadang Luhak Tanah Datar dinamakan gajah maharam karena besarnya. Sedangkan modelnya rumah baanjuang karena luhak itu menganut aliran Kelarasan Koto Piliang. Rumah gadang Luhak Agam dinamakan surambi papek (serambi pepat) yang bentuknya bagai dipepat pada kedua belah ujungnya. Sedangkan rumah gadang Luhak Lima Puluh Koto dinamakan rajo babandiang (raja berbanding) yang bentuknya seperti rumah Luhak Tanah Datar yang tidak beranjung).

3. Fungsi Rumah Gadang

Rumah gadang dikatakan gadang (besar) bukan karena fisiknya yang besar, melainkan karena fungsinya. Dalam nyanyian atau pidato dilukiskan juga fungsi rumah gadang yang antara lain sebagai berikut :
Rumah gadang besar bertuah, Tiangnya bernama kata hakikat,
Pintunya bernama dalil kiasan, Bendulnya sembah-menyembah,
Berjenjang naik, bertangga turun, Dindingnya penutup malu, Biliknya alung bunian. sehingga fungsi rumah gadang adalah :
a. sebagai tempat kediaman keluarga, fungsi rumah gadang juga sebagai lambang kehadiran suatu kaum serta sebagai pusat kehidupan dan kerukunan, seperti tempat bermufakat dan melaksanakan berbagai upacara. Bahkan juga sebagai tempat merawat anggota keluarga yang sakit.


b. Sebagai tempat tinggal bersama, rumah gadang mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Setiap perempuan yang bersuami memperoleh sebuah kamar. Perempuan yang termuda memperoleh kamar yang terujung. Pada gilirannya ia akan berpindah ke tengah jika seorang gadis memperoleh suami pula. Perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Sedangkan gadis remaja memperoleh kamar bersama pada ujung yang lain. Sedangkan laki-laki tua, duda, dan bujangan tidur di surau milik kaumnya masing-masing. Penempatan pasangan suami istri baru di kamar yang terujung, ialah agar suasana mereka tidak terganggu kesibukan dalam rumah. Demikian pula menempatkan perempuan tua dan anak-anak pada suatu kamar dekat dapur ialah karena keadaan fisiknya yang memerlukan untuk turun naik rumah pada malam hari.


c. Sebagai tempat bermufakatan, rumah gadang merupakan bangunan pusat dari seluruh anggota kaum dalam membicarakan masalah mereka bersama.


d. Sebagai tempat melaksanakan upacara, rumah gadang menjadi penting dalam meletakkan tingkat martabat mereka pada tempat yang semestinya. Di sanalah dilakukan penobatan penghulu. Di sanalah tempat pusat perjamuan penting untuk berbagai keperluan dalam menghadapi orang lain dan tempat penghulu menanti tamu-tamu yang mereka hormati.


e. Sebagai tempat merawat keluarga, rumah gadang berperan pula sebagai rumah sakit setiap laki-laki yang menjadi keluarga mereka. Seorang laki-laki yang diperkirakan ajalnya akan sampai akan dibawa ke rumah gadang atau ke rumah tempat ia dilahirkan. Dan rumah itulah ia akan dilepas ke pandam pekuburan bila ia meninggal. Hal ini akan menjadi sangat berfaedah, apabila laki-laki itu mempunyai istri lebih dari seorang, sehingga terhindarlah perseng ketaan antara istri-istrinya.

4. Fungsi Bagian Rumah :

Rumah gadang terbagi atas bagian-bagian yang masing-masing mempunyai fungsi khusus.

a. Seluruh bagian dalam merupakan ruangan lepas, terkecuali kamar tidur.
b. Lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Lanjar yang terletak pada bagian dinding sebelah belakang biasa digunakan untuk kamar-kamar. Jumlah kamar tergantung pada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Kamar itu umumnya kecil, sekadar berisi sebuah tempat tidur, lemari atau peti dan sedikit ruangan untuk bergerak. Kamar memang digunakan untuk tidur dan berganti pakaian saja
c. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga, dan empat.
d. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
e. Kamar, secara khusus diperuntukkan bagi para gadis yang terletak di bagian kanan. Kamar yang di ujung kiri, biasanya digunakan pengantin baru atau pasangan suami istri yang paling muda. Meletakkan mereka di sana agar mereka bisa terhindar dari hingar-bingar kesibukan dalam rumah.
f. Anjung, anjung sebelah kanan merupakan kamar para gadis. Sedangkan anjung sebelah kiri digunakan sebagai tempat kehormatan bagi penghulu pada waktu dilangsungkan berbagai upacara. Pada waktu sehari-hari, anjung bagian kin itu digunakan untuk meletakkan peti-peti penyimpanan barang berharga milik kaum.

Lanjar kedua merupakan bagian yang digunakan sebagai tempat khusus penghuni kamar. Misalnya, tempat mereka makan dan menanti tamu masing masing. Luasnya seluas lanjar dan satu ruang yang berada tepat di hadapan kamar mereka.

Lanjarketiga merupakan lanjar tengah pada rumah berlanjar empat dan merupakan lanjar tepi pada rumah belanjar tiga. Sebagai lanjar tengah, ia digunakan untuk tempat menanti tamu penghuni kamar masing-masing yang berada di ruang itu. Kalau tamu itu dijamu makan, di sanalah mereka ditempatkan. Tamu akan makan bersama dengan penghuni kamar serta ditemani seorang dua perempuan tua yang memimpin rumah tangga itu. Perempuan lain yang menjadi ahli rumah tidak ikut makan. Mereka hanya duduk-duduk di lanjar kedua menemani dengan senda gurau. Kalau di antara tamu itu ada laki-laki, maka mereka didudukkan di sebelah bagian dinding depannya, di sebelah bagian ujung rumah. Sedangkan ahli rumah laki-laki yang menemani nya berada di bagian pangkal rumah. Sedangkan ahli rumah laki-laki yang menemaninya berada di bagian pangkal rumah.
Pengertian ujung rumah di sini ialah kedua ujung rumah. Pangkal rumah ialah di bagian tengah, sesuai dengan letak tiang tua, yang lazimnya menupakan tiang yang paling tengah.

Lanjar tepi, yaitu yang terletak di bagian depan dinding depan, merupakan lanjar terhormat yang lazimnya digunakan sebagai tempat tamu laki-laki bila diadakan perjamuan.


Ruang rumah gadang pada umumnya terdiri dari tiga sampai sebelas lanjar. Fungsinya selain untuk menentukan kamar tidur dengan wilayahnya juga sebagai pembagi atas tiga bagian, yakni bagian tengah, bagian kiri, dan bagian kanan, apabila rumah gadang itu mempunyai tangga di tengah, baik yang terletak di belakang maupun di depan. Bagian tengah digunakan untuk tempat jalan dari depan ke belakang. Bagian sebelah kiri atau kanan digunakan sebagai tempat duduk dan makan, baik pada waktu sehari-hari maupun pada waktu diadakan perjamuan atau bertamu. Ruang rumah gadang surambi papek yang tangganya di sebuah sisi rumah terbagi dua, yakni ruang ujung atau ruang di ujung dan ruang pangka atau ruang di pangka (pangka = pangkal). Dalam bertamu atau perjamuan, ruang di ujung tempat tamu, sedangkan ruang di pangkal tempat ahli rumah beserta kerabatnya yang menjadi si pangkal (tuan rumah).


Kolong rumah gadang sebagai tempat menyimpan alat-alat pertanian dan atau juga tempat perempuan bertenun. Seluruh kolong ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.


5. Tata Hidup dan Pergaulan dalam Rumah Gadang :

Rumah gadang sangat dimuliakan, bahkan dipandang suci. Sebagai perbendaharaan kaum yang dimuliakan dan dipandang suci, maka setiap orang yang naik ke rumah gadang akan mencuci kakinya lebih dahulu di bawah tangga. Di situ disediakan sebuah batu ceper yang lebar yang disebut batu telapakan, sebuah tempat air yang juga dan batu yang disebut cibuk meriau, serta sebuah timba air dari kayu yang bernama taring berpanto.

- Perempuan yang datang bertamu akan berseru di halaman menanyakan apakah ada orang di rumah. Kalau yang datang laki-laki, ia akan mendeham lebih dahulu di halaman sampai ada sahutan dan atas rumah.

- Laki-laki yang boleh datang ke rumah itu bukanlah orang lain. Mereka adalah ahli rumah itu sendiri, mungkin mamak rumah, mungkin orang semenda, atau laki-laki yang lahir di rumah itu sendiri yang tempat tinggalnya di rumah lain.

- Jika yang datang bertamu itu tungganai, ia didudukkan di lanjar terdepan pada ruang sebelah ujung di hadapan kamar gadis-gadis.

- Kalau yang datang itu ipar atau besan, mereka ditempatkan di lanjar terdepan tepat di hadapan kamar istri laki-laki yang menjadi kerabat tamu itu.

- Kalau yang datang itu ipar atau besan dari perkawinan kaum laki-laki di rumah itu, tempatnya pada ruang di hadapan kamar para gadis di bagian lanjar tengah. Waktu makan, ahli rumah itu tidak serentak.

- Perempuan yang tidak bersuami makan di ruangan dekat dapur.

- Perempuan yang bersuami makan bersama suami masing-masing di ruang yang tepat di hadapan kamarnya sendiri.

- Kalau banyak orang semenda di atas rumah, maka mereka akan makan di kamar masing-masing. Makan bersama bagi ahli rumah itu hanya bisa terjadi pada waktu kenduri yang diadakan di rumah itu.

- Kalau ada ipar atau besan yang datang bertamu, mereka akan selalu diberi makan. Waktu makan para tamu tidaklah ditentukan.

Pokoknya semua tamu harus diberi makan sebelum mereka pulang ke rumah masing-masing. Yang menemani tamu pada waktu makan ialah kepala rumah tangga, yaitu perempuan yang dituakan di rumah itu. Perempuan yang menjadi istri saudara atau anak laki-laki tamu itu bertugas melayani. Sedangkan perempuan perempuan lain hanya duduk menemani tamu yang sedang makan itu. Mereka duduk pada lanjar bagian dinding kamar.


Orang laki-laki yang ingin membicarakan suatu hal dengan ahli rumah yang laki-laki, seperti semenda atau mamak rumah itu, tidak lazim melakukannya dalam rumah gadang. Pertemuan antara laki-laki tempatnya di mesjid atau surau, di pemedanan atau gelanggang, di balai atau di kedai. Adalah janggal kalau tamu laki-laki dibawa berbincang-bincang di rumah kediaman sendiri.


Rumah gadang, sangat sempurna digambarkan dalam petatah berikut ini :

Rumah gadang sembilan ruang,selanjar kuda berlari,sepekik budak menghimbau,sepuas limpato makan, sejerih kubin melayang. Gonjongnya rebung membersit, anting-anting disambar elang.

Perabungnya si ular gerang, bertatah timah putih, berasuk teras limpato.
Cucurannya elang berbegar, sagar tersusun bagai badar mudik.

Parannya bak si bianglala, bertatah air emas, sela-menyela air perak.
Jeriaunya puyuh berlari, indah sungguh dipandang mata, tergambar dalam sanubari.

Dinding ari dilanjar panas. Tiang panjang si maharajalela, tiang pengiring menteri delapan, tiang tepi penegur tamu, tiang dalam putri berkabung.

Ukiran tonggak jadi ukuran, bertatah air emas, disepuh dengan tanah kawi, kemilau mata memandang.


Damar tiris bintang kemarau. Batu telapakan cermin terlayang, Cibuk meriau baru sudah, penanjur perian ber pantul.


Halaman kersik terbentang, pasir lumat bagai ditinting. Pekarangan berpagar hidup, puding emas pagar luar, puding merah pagar dalam.
Pohon kemuning pautan kuda. Lesungnya batu berlari, alunya limpato bulat. Limau manis sandarannya.


Gadis menumbuk jolong gadang, ayam mencangkur jolong turun, sudah kenyang baru dihalaukan, dengan galah sirantih dolai, ujungnya diberi berjambul sutera.


Ada pula kolam ikan, airnya bagai mata kucing,
berlumpur tidak berlumut pun tidak, ikan sepat berlayangan, ikan garing jinak-jinak, ikan puyu beradai emas.


Rangkiangnya tujuh sejajar, di tengah sitinjau laut, penjemput dagang lalu, peninjau pencalang masuk, di kanan si bayau-bayau, lumbung makan petang pagi, di kiri si tanggung lapar, tempat si miskin selang tenggang, penolong orang kampung, di musim lapar gantung tungku, lumbung kecil sela-menyela, tempat menyimpan padi abuan.

sumber:
Oleh Zulfikri, Rangkayo Mulie