Selasa, 04 Desember 2012

UNDANG-UNDANG NO.24 TAHUN 1992 TENTANG TATA RUANG



Pemilikan tanah diawali dengan munduduki suatu wilayah yang oleh masyarakat Adat disebut sebagai tanah komunal (milik bersama). Khususnya di wilayah pedesan di luar Jawa, tanah ini diakui oleh hukum Adat tak tertulis baik berdasarkan hubungan keturunan maupun wilayah.
Seiring dengan perubahan pola sosial ekonomi dalam setiap masyarakat, tanah milik bersama masyarakat Adat ini secara bertahap dikuasai oleh anggota masyarakat melalui penggarapan yang bergiliran. Sistem pemilikan individual kemudian mulai dikenal di dalam sistem pemilikan komunal.
Situasi ini terus berlangsung di dalam wilayah kerajaan dan kesultanan sejak abad ke lima dan berkembang seiring kedatangan kolonial Belanda pada abad ke tujuhbelas yang membawa konsep hukum pertanahan mereka.
Selama masa penjajahan Belanda, pemilikan tanah secara perorangan menyebabkan dualisme hukum pertanahan, yaitu tanah-tanah di bawah hukum Adat dan tanah-tanah yang tunduk kepada hukum Belanda. Menurut hukum pertanahan kolonial, tanah bersama milik Adat dan tanah milik Adat perorangan adalah tanah di bawah penguasaan negara.
Hak individual atas tanah, seperti hak milik atas tanah, diakui terbatas kepada yang tunduk kepada hukum barat. Hak milik ini umumnya diberikan atas tanah-tanah di perkotaan dan tanah perkebunan di pedesaan. Dikenal pula beberapa tanah instansi pemerintah yang diperoleh melalui penguasaan.

Hak Hak Atas Tanah Sekarang:
Berbeda dangan politik domein-verklaaring di masa penjajahan Belanda, dewasa ini tanah yang belum atau tidak melekat atau terdaftar dengan sesuatu hak atas tanah di atasnya, maka tanah tersebut adalah Tanah Negara. Di pulau Jawa, hal ini ditandai dengan tidak terdaftarnya tanah tersebut sebagai tanah obyek pajak di Buku C Desa, atau tercatat dalam buku Desa sebagai Tanah Negara atau GG (Government Grond).

Jenis hak-hak atas tanah dewasa ini, adalah:

1. Hak Milik
2. Hak Guna Bangunan
3. Hak Guna Usaha
4. Hak Pakai
5. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
6. Hak Pengelolaan
7. Hak Tanggungan di atas sesuatu hak atas tanah

Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Hak atas Tanah:
UU No.5/1960 tentang Pokok-pokok Agaria
UU No.3/Prp/1960 tentang Penguasaan Benda-benda tetap milik perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB)
UU No.51/1960 tantang Larangan pemakaian tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya
PP No.40/1996 tentang HGU, HGB dan HP atas tanah
PP No.39/1973 tentang Acara penetapan ganti rugi oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Peraturan Presidium Kabinet No.5/Prk/1965 tentang Penegasan status rumah/tanah kepunyaan badan-badan hukum yang ditinggalkan direksi/pengurusnya (Prk.5)
Keppres No.55/1993 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
Keppres No.32/1979 tentang Pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas tanah asal konversi hak-hak Barat
Inpres No.9/1973 tentang Pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya
Peraturan MNA/KaBPN No.1/1994 tentang Ketentuan pelaksanaan Keppres No.55/1993
Peraturan MNA/KaBPN No.3/1999 tentang Pelimpahan kewenangan pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara
Peraturan MNA/KaBPN No.9/1999 tentang Tatacara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan hak Pengelolaan

Contoh kasus:
Salah satu contoh permasalahan yang timbul menyangkut permasalahan perukiman contohnya adaah masalah permuiman di rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Rusun tersebut makin hari makin ditinggali penghuninya karena tidak betah tinggal didalamnya,hal ii karena sarana/fasilitas pendukung yang kurang memadai. Ditambah Perhimpunan Penghuni Rusun (PPRS), dimana pembentukannya oleh pengembang atau manajemennya bukan penghuni rusun.Padahal jelas-jelas namanya Perhimpunan Penghuni Rusun, mengapa pembentukanya oleh pengembang??? bukankah seharusnya oleh penghuni rusun itu sendiri! Bahkan terkadang mereka meminta biaya operasional yang tidak transparan dan memberatkan penghuni rumah susun. PPRS juga tidak menyampaikan laporan pemasukan dan pengeluaran keuangan, serta menetapkan iuran bulanan secara sepihak tanpa terlebih dahulu menyampaikan rencana anggaran tahunan.
suatu permukiman yang dalam hal ini mencontohkan rumah susun. Sebetulnya berperan penting dalam menjawab keterbatasan lahan yang makin hari makin terbatas, Tetapi pembangunan rumah susun yang tidak dilengkapi fasilitas pendukung sama saja bohong! Karena penghuni sangat membutuhkan fasilitas tersebut. Bagaiman mungkn seseorang akan hidup nyaman aman dan tentram kalau fasilitas pendukungnya tidak ada ataupun kurang. Contohnya saja rumah susun yang tidak ada ruang bersamanya, contohnya seperti taman bermain ataupun sarana olahraga yang merupakan salah satu sarana bersosialisasi.  Contoh diatas menggambarkan rumah susun yang fasilitas pendukungnya tidak memadai penghuninya dan karena Perhimpunan Penghuni Rusun (PPRS), dimana pembentukannya oleh pengembang atau manajemennya bukan penghuni rusun.

TATA HUKUM KEBIJAKAN NEGARA, PERATURAN PEMERINTAH DAN PERATURAN DAERAH


Hukum, pada suatu tempat dan suatu waktu perlu untuk diketahui asal aturannya atau ketentuan-ketentuan hukum positifnya.
Tempat ditemukannya aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tersebut disebut sumber hukum dalam artian formil.
Sumber hukum formil terdiri dari :
1.       Undang-undang, Yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.
2.       Yurisprudensi, Yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim
3.       Traktat, Yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara.
4.       Kebiasaan, Yaitu hukum yang terletak didalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)


Dari segala pembagian hukum maka yang terpenting diketahui sehubungan dengan bahasan HPP adalahHukum Sipil dan Hukum Publik.
1.      Hukum Sipil (Hukum Privat), Hukum Sipil dalam arti luas, meliputi : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Hukum Sipil dalam arti sempit meliputi Hukum Perdata saja.
2.      Hukum Publik (Hukum Negara), Hukum publik terdiri dari :
a)      Hukum Tata Negara, yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan  satu sama lain, dan hubungan antar negara (Pemerintah Pusat) dengan bagian-bagian negara.
b)      Hukum Administrasi Negara (Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan), yaitu hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan  alat-alat perlengkapan negara.
c)       Hukum Pidana (pidana=hukuman), yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan pidana kepada siapa yang melanggarnya serta mengatur bagaimana cara-cara mengajukan perkara ke muka Pengadilan.
d)      Hukum Internasional, terdiri dari :
-      Hukum Perdata Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warganegara-warganegara suatu negara dengan warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional
-      Hukum Publik Internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan antar negara yang satu dengan negara yang lain dalam hubungan internasional.

Perbedaan Hukum Perdata (Sipil) dengan Hukum Pidana pada  Perbedaan Isinya
·         Hukum Perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
·         Hukum Pidana mengatur hubungan-hukum antara seorang anggota masyarakat (warganegara) dengan negara yang menguasai tata tertib masyarakat itu.
·         b. Perbedaan Pelaksanaannya
·         Pelanggaran terhadap norma-hukum perdata baru diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan oleh pihak berkepentingan yang merasa dirugikan. Pihak yang mengadu menjadi pengguggat dalam perkara itu.
·         Pelanggaran terhadap norma hukum pidana, pada umumnya segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah terjadi pelanggaran terhadap norma-norma pidana (tindak pidana), maka alat-alat perlengkapan negara seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak. Pihak yang menjadi korban cukuplah melaporkan kepada yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang terjadi. Pihak yang melaporkan (yang dirugikan) menjadi saksi dalam perkara itu, sedang yang menjadi pengguggat adalah Penuntut Umum (Jaksa).

Ssumber: http://www.pu.go.id/uploads/services/2011-11-29-12-29-55.pdf

Senin, 09 Juli 2012

KONSERVASI ARSITEKTUR

      
 BENTENG FORT DE KOCK

             Benteng FORT DE KOCK adalah benteng peninggalan Belanda yang berada di kota Bukitinggi, Sumbar. Benteng ini juga dekat dengan bangunan Jam Gadang, jadi saya membahas keduanya.

 Gerbang benteng Fort de Kock

Sejarah bangunan,
            Benteng Fort de Kock digunakan oleh Tentara Belanda sebagai kubu pertahanan dari gempuran rakyat Minangkabau terutama sejak meletusnya Perang Paderi pada tahun 1821-1837. .Semasa pemerintahan Be­lan­da, Bukittinggi dijadikan sebagai salah satu pusat peme­rintahan, kota ini disebut sebagai Gemetelyk Resort pada tahun 1828. Sejak tahun 1825 pemerintah koloial Belan­da telah mendirikan sebuah benteng di kota ini sebagai tempat pertahanan, yang hingga kini para wisatawan dapat melihat langsung benteng tersebut yaitu Fort de Kock. Selain itu, kota ini tak hanya dijadikan sebagai pusat peme­rintahan dan tempat pertahanan bagi pemerintah kolonial Belanda, namun juga dijadikan sebagai tempat peristirahatan para opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.

             Fort de Kock juga diba­ngun sebagai lambang bahwa Kolonial Belanda telah berhasil menduduki daerah di Sumatera Barat. Benteng tersebut meru­pakan tanda penjajahan dan perluasan kekuasaan Belanda terhadap Bukittinggi, Agam, dan Pasaman. Belanda memang cerdik untuk menduduki Su­ma­tera Barat, mereka meman­faatkan konflik intern saat itu, yaitu konflik yang terjadi antara kelompok adat dan kelompok agama. Bahkan Belanda sendiri ikut membantu kelompok adat, guna menekan kelompok aga­ma selama Perang Paderi yang berlangsung 1821 hingga tahun 1837.

             Belanda yang membantu kaum adat melahirkan sebuah kesepakatan bahwa Belanda diperbolehkan membangun basis pertahan militer yang dibangun Kaptain Bauer di puncak Bukit Jirek Hill, yang kemudian diberi nama Fort de Kock.

             Setelah membangun di Bukit Jirek, Pemerintah Kolo­nial Belanda pun melanjutkan rencananyamengambil alih beberapa bukit lagi seperti Bukit Sarang Gagak, Bukit Tambun Tulang, Bukit Cubadak Bungkuak, dan Bukit Malam­bung. Di daerah tersebut juga dibangun gedung perkantoran, rumah dinas pemerintah, kom­pleks pemakaman, pasar, sarana transportasi, sekolah juga tempat rekreasi. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Kolonial Belanda tersebut dalam istilah Minangkabau dikenal dengan “tajua nagari ka Bulando” yang berarti Terjual negeri pada Belanda. Di masa itu memang, Kolonial Belanda menguasai 75 persen wilayah dari lima desa yang dijadikan pusat perdagangan.

Deskripsi bangunan,
              Kawasan benteng Fort de Kock kini berubah menjadi Taman Kota Bukittinggi (Bukittinggi City Park) dan Taman Burung Tropis (Tropical Bird Park) sejak direnovasi pada tahun 2002. Hingga saat ini, Benteng Fort de Kock masih ada sebagai bangunan bercat pitih hijau setinggi 20 m. Benteng Fort de Kock dilengkapi dengan meriam kecil di keempat sudutnya. Kawasan sekitar benteng sudah dipugar oleh pemerintah daerah menjadi sebuah taman dengan banyak pepohonan rindang dan mainan anak-anak. 

              Benteng ini berada di lokasi yang sama dengan Kebun Binatang Bukittinggi dan Museum Rumah Adat Baanjuang. Kawasan benteng terletak di bukit sebelah kiri pintu masuk sedangkan kawasan kebun binatang dan museum berbentuk rumah gadang tersebut berada di bukit sebelah kanan. Keduanya dihubungkan oleh Jembatan Limpapeh yang di bawahnya adalah jalan raya dalam kota Bukit Tinggi. Kawasan ini hanya terletak 1 km dari pusat kota Bukittinggi di kawasan Jam Gadang, tepatnya di terusan jalan Tuanku nan Renceh.

Secara kasat mata bangunan ini dapat dilihat sebagai arsitektur yang menggabungkan arsitektur lama kolonial milik Belanda dan arsitektur tradisional dari adat Minang Kabau.

Gambar ilustrasi benteng pada masa kolonial






 Gambar benteng setelah direnovasi


JAM GADANG
 
              
Jam Gadang adalah nama untuk menara jam yang terletak di pusat kota Bukittinggi, Sumbar, yang areanya juga berdekatan dengan kawasan benteng Fort de Kock. Menara jam ini memiliki jam dengan ukuran besar di empat sisinya sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minang Kabau yang berarti "jam besar".
            
             Selain sebagai penanda kota Bukittinggi, Jam Gadang juga telah dijadikan sebagai objek wisata dengan diperluasnya taman di sekitar menara jam ini. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik di hari kerja maupun di hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sekitar taman dekat menara jam ini.

Sejarah bangunan, 
            Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi ) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazin Sutan Gigi Ameh, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
            Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda dan juga titik nol kota Bukittinggi.
            Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam penduduk Jepang diubah menjadi bentuk klenteng. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minangkabau.
            Renovasi terakhir yang dilakukan pada Jam Gadang adalah pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan pemerintah kota Bukittinggi dan kedutaan besar Belanda di Jakarta. Renovasi tersebut diresmikan tepat pada ulang tahun kota Bukittinggi yang ke-262 pada tanggal 22 Desember 2010.

Struktur Bangunan,
             Jam Gadang memiliki denah dasar seluas 13 x 4 meter. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat gempa pada tahun 2007.
             Terdapat 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm pada Jam Gadang. Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin Big Ben di London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman adalah nama belakang pembuat jam, Benhard Vortmann, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892. yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan
            Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi peyangga dan adukan semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih. Keunikan dari Jam Gadang sendiri adalah pada kesalahan penulisan Angka Romawi empat (IV) pada masing-masing jam yang tertulis "IIII". Kesahalan penulisan tersebut juga sering terjadi di belahan dunia, seperti angka 9 yang ditulis "VIIII" (seharusnya IX) ataupun angka 28 yang ditulis "XXIIX" (seharusnya XXVIII).
Deskripsi kawasan daerah,
             Di kawasan ini ditanam sejumlah pohon sehingga makin terasa rindang. Pemerintah daerah juga melengkapinya dengan kursi-kursi beton untuk bersantai. Taman ini selalu ramai, mulai pagi, siang, sore hingga malam hari. Tua muda selalu memanfaatkan kawasan ini untuk bersantai. Bahkan, banyak orang tua muda membawa putra-putrinya bermain di tempat ini pada sore hari.
             Di kawasan ini juga tersedia andong atau sado yang disebut Bendi untuk berkeliling-keliling di kawasan pusat kota. Di dekatnya, terdapat pula Pasar Atas yang merupakan pusat perdagangan di Bukittinggi. Jam Gadang biasanya menjadi sentra para wisatawan sebelum beranjak ke obyek wisata lainnya. Memilih beberapa penginapan yang berserakan di sekitar kawasan Jam Gadang juga dapat menjadi pilihan jika ingin secara leluasa melihat jam ini berpose pada waktu terang ataupun gelap, yaitu di sepanjang Jalan Laras Dt. Bandaro-jalan Soekarno Hatta-Jalan Dr. A. Rivai-Jalan Jenderal Sudirman.jika datang ke kawasan ini tanpa kamera, pengunjung dapat memanfaatkan jasa fotografer keliling untuk mengabadikan diri dengan latar belakang Jam Gadang. Jam ini juga sangat dekat dengan kawasan taman Bung Hatta.  







sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Benteng_de_Kock
http://bloggersetu.blogspot.com/2011/01/sejarah-berdirinya-jam-gadang-padang.html
http://fotopurwoko.blogspot.com/2010/11/benteng-fort-de-kock-bukittinggi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Jam_Gadang
http://travel.kompas.com/read/2009/03/19/07532046/jam.gadang.gengsi.kota.bukittinggi

Senin, 20 Februari 2012

DESIGN ARCHITECTURE STUDIO 6TH

CHINESE CULTURAL CENTRE of KELAPA GADING

Description :
This project is take on North Jakarta, which is to build the cultural centre. Chinese choosen as  Demography issues ( almost people was chinese or tiong hua ).






Minggu, 05 Februari 2012

DA VINCI PENTHOUSE





Da Vinci Penthouse merupakan sebuah apartemen yang berada di jln Jendral Sudirman, Jakarta pusat. Bangunan ini merupakan bangunan tertinggi ketiga di Indonesia. Apartemen ini memiliki fasilitas antara lain gimnasium, lapangan tennis, perpustakaan dan ruang pertemuan.

Secara tampak bangunan ini sangat kental dengan unsur ornamen yang melekat pada tiap elemen bangunan, baik kolom, dinding dan juga atap. Pada malam hari bangunan ini terlihat sangat menakutkan dengan lampu - lampu up light yang menyoroti patung - patung pada dinding.Patung - patung yang terdiri dari patung lelaki dan wanita yang terbalut kain, ukuran yang sama dengan orang eropa.  Kolom pada area drop off dibuat besar sehingga badan kolom berkesan kokoh dan tinggi, sementara pada kolom di pojok podium terdapat 4 kolom yang ornamental memberikan kesan ionik. Jendela yang dibuat besar serta terdapat aksen segitiga seperti parthenon pada bangunan yunani. Finishing material memberikan kesan batu yang keras. Pada bagian tower, tampak yang gelap karena hanya sebagian lampu yang menyala. Kondisi di bangunan ini nampak sangat sunyi dan remang. Pada podium terlihat ornamen lingkaran yang besar dengan grid - grid pembentuknya dan juga terlihat lampu berwarna biru yang tertulis "Da Vinci". Dan dibawah gambar tersebut tedapat gambar proporsi ukuran ( Da Vinci ).

Kesan yang timbul pada bangunan ini adalah suasana klasik arsitektur di eropa ( Yunani dan Roma ), namun dengan suasana yang sunyi membuat bangunan ini menjadi menakutkan, seperti bangunan berhatu / kastil - kastil tempat bermarkasnya para vampir. Namun apartemen ini merupakan aprtemen dengan kategori 'luxury'.